Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum
itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11
Namun terkadang kita lebih menuntut orang lain harus lebih baik dari kita, padahal terkadang apa yang di katakannya itu adalah hal terabaik untuk diri kita sendiri.kita mau berbuat baik bila mereka berbuat baik, kita mau untuk ini dan itu bila dikasih contoh, disinilah batas antara hidayah dan petunjuk,sesungguhnya IKHLAS itu adalah RUHnya IBADAH.
Malam itu untuk ketiga kalinya maling pendusta itu tertangkap basah oleh Abu Hurairrah ketika sedang beraksi mencuri makanan milik kaum muslimin. Kata Abu Hurairah "Sungguh akan aku bawa menghadap Rasulullah saw. Ini adalah kali yang ketiga kau datang. Padahal kau telah berjanji tidak akan kembali, tapi ternyata kau balik lagi." Kata orang itu, "Lepaskanlah aku, akan aku ajari kau beberapa kalimat yang Allah memberikan manfaat pada kalimat-kalimat itu." "Apa itu?". "Jika engkau hendak tidur, bacalah ayat kursi. Karena Allah akan menjagamu sampai kau bangun, dan syetan tak akan berani mendekatikmu." Lalu Abu Hurairahpun membebaskannya.
Besok
Rasulullah saw kepada Abu Hurairah tentang tawanannya semalam. Kata Abu
Hurairah, "Wahai Rasulullah, dia menyangka bahwa dia telah mengajariku
beberapa kalimat yang bermanfaat bagiku, maka aku bebaskan dia." "Apa
itu?" kata Nabi. "Dia berkata padaku agar aku membaca ayat kursi sebelum
tidur. Dan apabila aku membacanya, maka aku akan dijaga oleh Allah
sampai subuh dan tidak akan ada seytan yang mendekatiku," jawab Abu
Hurairah. "Ketahuilah, sesungguhnya dia telah berkata jujur padamu
padahal sebenarnya dia itu pendusta. Tahukah kau siapa orang yang kau
ajak bicara selama tiga malam ini, hai abu Hurairah?" "Tidak." "Dia itu
adalah setan." (Hr. Bukhari)
Lihat
kisah di atas, bagaimana setan mengetahui fadilah ayat kursi, padahal
itu sama sekali tidak ada gunanya bagi dirinya. Malah Abu Hurairah yang
memanfaatkan apa yang diajarkan setan kepadanya. Begitulah setan,
terkadang dia mengetahui sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, tapi
tidak ada manfaatnya bagi dirinya sendiri. Demikian pula dengan manusia.
Terkadang seseorang mengetahui hal-hal yang baik dan berguna bagi dirinya, namun ia tidak mengamalkannya. Lalu ilmunya diambil oleh orang lain dan bermanfaat.
Terkadang seseorang mengetahui hal-hal yang baik dan berguna bagi dirinya, namun ia tidak mengamalkannya. Lalu ilmunya diambil oleh orang lain dan bermanfaat.
Kalau
kita perhatikan, hampir tidak ada bedanya atau bahkan tidak berbeda
sama sekali antara setan dengan orang yang suka menyuruh untuk berbuat
baik tetapi dirinya sendiri tidak melakukan yang dia katakan. Atau orang
yang mempunyai banyak ilmu tetapi ilmunya tidak bermanfaat bagi
dirinya. Ilmu yang dimilikinya sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi
kehidupan beragamanya dan fikrahnya. Orang yang seperti ini sama saja
dengan setan. Bahkan bisa jadi mereka lebih setan daripada setan. Sebab
setan memang dari sananya sudah memproklamirkan dirinya sebagai musuh
Allah dan orang-orang mukmin. Jadi wajar kalau mereka tidak mau
melakukan amal kebaikan meskipun mereka mengetahui.
Orang-orang
model beginilah yang disinyalir oleh Allah swt dalam firman-Nya,
"Apakah kalian menyuruh orang-orang untuk berbuat baik sementara kalian
melupakan diri kalian sendiri padahal kalian membaca al Kitab?" (Al
Baqoroh 44). Dalam ayat lain Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang
beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan? Besar
sekali kebencian di sisi Allah kalau kalian mengatakan apa-apa yang
tidak kalian kerjakan." (Ash-Shoff 2-3)
Namun
meskipun mereka "cuma pintar ngomong", bukan berarti kita tidak boleh
mengambil perkataan mereka. Selama itu tidak melenceng dari al-Qur'an
dan sunnah, boleh saja kita mendengarkan apa yang mereka katakan. Ali
bin Abi Thalib pernah berkata "Undzur maa qoola, walaa tandzur man
qoola" Lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan kau melihat siapa yang
mengatakan.
Ada
lagi yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari setan. Setan itu
terkadang berbuat baik kepada kita tetapi sebetulnya malah merugikan
atau bahkan mencelakakan. Jadi kita mesti hati-hati dan waspada terhadap
segala bentuk kebaikan setan. Karena setan itu licik. Pernah suatu hari
Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, hendak pergi ke
masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Di tengah jalan dia terjatuh
dan terperosok di sebuah lubang. Besoknya Ibnu Ummi Maktum pergi lagi ke
masjid seperti biasa, namun kali ini ada seseorang yang berbaik hati
yang menuntunya. Tentu saja Ibnu Ummi Maktum heran karena orang itu
tidak turut sholat berjamaah. Tetapi Ibnu Ummi Maktum hanya mengucapkan
terima kasih seraya berkata "Kau ini baik sekali, siapakah kau ini
sebenarnya?" Jawab orang itu, "Aku adalah setan." Kaget Ibnu Ummi Maktum
mengetahui siapa yang telah berbuat baik kepadanya. Kata Ibnu Ummi
Maktum, "Apa maksudmu menolongku?" Jawab setan yang berujud orang baik
itu "Kemarin ketika kau jatuh terperosok, setengah dari dosamu diampuni
oleh Allah. Aku khawatir kalau kali ini kau jatuh lagi, maka habislah
dosamu."
Setan
memang licik setan. Dia tolong Ibnu Ummi Maktum bukan karena bermaksud
ikhlas ingin menolong. Tapi dia tidak mau kalau sampai dosa Ibnu Ummi
Maktum diampuni oleh Allah semuanya. Ada udang dibalik batu, kata orang.
Jadi bukannya kita su'uzh-zhon dengan orang-orang yang bertipe macam
setan begini. Namun sekedar hati-hati dan waspada.
Sekarang
ini banyak orang-orang model setan bergentayangan di sekililing kita.
Mereka belajar agama, banyak membaca buku-buku keislaman dan banyak
mengetahui hukum-hukum Islam, tapi volume ibadahnya tidak berubah. Iman
dan akhlaknya tidak ada bedanya dengan orang yang tidak tahu agama
(baca: orang awam). Bahkan bisa jadi akhlak mereka lebih buruk dibanding
orang awam. Selain itu juga tidak sedikit orang belajar Islam malah
untuk menyerang sendi-sendi Islam yang telah mapan. Atau untuk
menyelipkan pikiran nyleneh dengan mengambil dalil dari al-Qur'an,
sunnah, sirah, maupun perkataan ulama dalam posisi yang tidak tepat.
Seenaknya saja mereka memakai dalil. Tampaknya maksud mereka baik, ingin
memperbarui Islam. Namun sejatinya mereka malah menghancurkan Islam
dari dalam. Ada lagi yang sering mengisi pengajian di sana-sini, tapi
hanya sebatas menyampaikan ilmu. Bermanfaat bagi yang hadir namun tidak
ada artinya bagi dirinya sendiri. Memang benar kata sya'ir,"Al 'Ilmu
bilaa 'amalin, kasy-syajari bilaa tsamarin." Ilmu tanpa amal, bagaikan
pohon tanpa buah.
Ada
beberapa hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa yang berkenaan
dengan Abu Hurairah dan Abdullah bin Ummi Maktum. Pertama, bukan tidak
mungkin ada orang yang buruk akhlaknya dan pas-pasan imannya, tetapi
mempunyai ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Kedua, bolehnya kita
belajar atau mendengarkan perkataan orang-orang yang "cuma pintar
ngomong' selama itu benar dan tidak melenceng dari al-Qur'an dan sunnah.
Ketiga, orang yang mempunyai suatu ilmu tetapi tidak mau
mengamalkannya, tidak ada bedanya dengan setan. Keempat, kita mesti
hati-hati terhadap kebaikan-kebaikan orang-orang model setan ini, karena
siapa tahu ada maksud jahad dibalik kebaikannya. Juga terhadap
pemikiran-pemikiran yang bernada memperbarui agama, sebab seringnya
pemikiran-pemikiran yang berkulit pembaruan malah membuat 'pe-er' bagi
ummat Islam.
1 komentar:
wahhhh.. sangat inspiring bgt dah gann.. thx dah dingetin ^^
Posting Komentar