Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Minggu, 10 Februari 2013

KELUARGA BENTENG KORUPSI


Al-Qur`an seringkali menyebut urusan keluarga. " Menurut Abdul Wahab Khallaf, pakar Hukum Islam, ditemukan sebanyak 70 ayat yang secara spesifik mengulas soal keluarga" . Bahkan, semua penjelasan tentang hukum Islam dalam Al-Quran tidak ada yang lebih rinci dari pada hukum keluarga yang di dalamnya antara lain diulas soal perkawinan dan segala hal lain menyangkut hubungan lelaki-perempuan. Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit-unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang sehat.
 
Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif, yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3) Fungsi sosial; keluarga memberikan prestise dan status kepada semua anggotanya; 4) Fungsi edukatif; keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anaknya; 5) Fungsi protektif; keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi rekreatif. yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi anggotanya.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh, bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).
Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender related behavior). Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan
prinsip-prinsip moral harus di mulai dari rumah. Nilai-nilai agama berupa keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar, penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia dini. Dalam konteks ini orang tua: ayah dan ibu memiliki peran yang amat penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi, kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan.
Konsep Keluarga Sakinah
Lalu apa yang dimaksudkan dengan keluarga sakinah? Kata sakinah berasal dari Bahasa Arab yang berarti "ketenangan" dan "ketenteraman jiwa". Kata ini berulang sebanyak enam kali dalam Al-Qur`an dan semuanya menjelaskan bahwa sakinah itu didatangkan Allah swt. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi segala bentuk tantangan, rintangan, ujian, cobaan dan musibah. Dengan demikian keluarga sakinah dapat berarti keluarga yang tangguh dan di dalamnya setiap anggota menemukan ketenangan dan ketenteraman jiwa. Keluarga sakinah tidak lain adalah keluarga yang bahagia lahir batin, penuh diliputi cinta kasih mawaddah wa rahmah, seperti dinyatakan dalam firman Allah swt (Q.S. ar-Rum, 30:21).
Secara umum gambaran keluarga sakinah dapat merujuk pada sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Dailami dari Anas sebagai berikut: "Apabila Allah menghendaki suatu keluarga itu bahagia, maka ada lima indikator yang diberikan. Pertama keluarga itu taat menjalankan ajaran agama; kedua, anggota keluarga yang muda menghormati yang lebih tua; ketiga, mencari penghidupan (rezeki) dengan jalan yang halal, tidak tamak dan tidak serakah; keempat, membelanjakan hartanya dengan cara yang hemat dan sederhana, tidak boros dan juga tidak kikir; dan kelima, senantiasa melakukan introspekrsi diri agar dapat melihat kekurangan dan kesalahannya sehingga cepat bertaubat kepada Allah swt. Sebaliknya jika Allah menghendaki suatu keluarga itu tidak bahagia, maka Dia membiarkan keluarga itu dalam kesesatan.
Hadis Nabi tersebut menjelaskan secara rinci tentang lima ciri yang dimiliki oleh suatu keluarga ideal, yaitu seluruh anggota keluarganya secara tekun dan taat menjalankan perintah agama. Sesuai dengan salah satu fungsi keluarga, yakni fungsi religius, maka keluarga diharapkan dapat melakukan fungsi transformasi nilai-nilai agama kepada seluruh anggota keluarga. Dalam hal ini tentu kedua orang tua: ayah dan ibu sama-sama diharapkan dapat menjalankan fungsi ini dengan sebaik-baiknya. Pendidikan agama harus berawal dan bermula dari keluarga, sedangkan lembaga sekolah sifatnya hanya membantu atau bersifat komplementer. Karena itu, sangat kelirulah bagi kedua orang tua yang menggantungkan sepenuhnya pendidikan agama bagi anak-anak mereka kepada lembaga sekolah.
Selain melaksanakan fungsi religius dengan baik, suatu keluarga disebut sakinah manakala fungsi-fungsi lainnya berjalan seimbang, yaitu fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif, fungsi protektif, dan fungsi rekreatif. Jika dikaitkan dengan hadis tersebut, fungsi-fungsi dimaksud dapat diimplementasikan dalam bentuk
mengajarkan kepada anggota keluarga tentang pentingnya penghormatan kepada yang lebih tua. Mengajarkan tentang bagaimana mencari jalan penghidupan yang halal sehingga terhindar dari jalan yang tidak dibenarkan agama. Selanjutnya, mengajarkan bagaimana cara membelanjakan harta di jalan yang benar, tidak berfoya-foya, tetapi tidak pula berlaku kikir. Keluarga juga tempat belajar untuk introspeksi diri sehingga masing-masing anggota keluarga dapat menyadari kekeliruan dan kesalahannya untuk selanjutnya bertaubat kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun. Jika seluruh fungsi-fungsi keluarga tersebut berjalan seimbang, maka dapat dipastikan bahwa seluruh anggota dalam keluarga itu akan diliputi rasa bahagia, damai, tenteram, dan harmonis.
Prinsip Keadilan Gender Dalam Keluarga Sakinah
Selanjutnya, bagaimana agar keluarga dapat berfungsi sebagai benteng bagi tumbuhnya budaya korupsi? Yang pertama dan utama, harus disepakati bahwa keluarga selalu terdiri paling tidak atas dua unsur, yakni ayah dan ibu atau suami-isteri. Keduanya harus saling bahu-membahu dan bekerjasama secara harmonis dan kompak dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga. Seringkali yang terjadi di masyarakat hanya satu unsur yang berfungsi dalam keluarga, yakni ayah. Sementara ibu tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik akibat terlalu didominasi oleh ayah. Demikian pula sebaliknya. Karena itu, unsur dominasi dalam keluarga harus dihilangkan agar kedua unsur tadi dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sebab, setiap bentuk dominasi selalu berujung kepada pengabaian dan pengingkaran hak asasi manusia.
Relasi suami-isteri hendaknya setara dan harmonis, bukan hubungan yang timpang sehingga tidak ada yang merasa superior maupun inferior. Suami-isteri sama-sama berfungsi sebagai pemimpin sesuai dengan kapasitas masing-masing. Hadis Nabi berikut menjelaskan secara terang benderang. ”Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami menjadi pemimpin dalam keluarga dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang isteri menjadi pemimpin rumah tangga dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang anak menjadi pemimpin atas harta orang tuanya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Jadi setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR. Abdullah ibn Umar).”
Hadis tersebut berbicara soal kepemimpinan dalam keluarga. Di sana terlihat sangat jelas bahwa peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga adalah setara, yakni sama-sama menjadi pemimpin. Karena itu, tidak boleh ada dominasi laki-laki terhadap perempuan demikian pula sebaliknya. Keduanya sama-sama pemimpin yang akan dituntut pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Yang ingin ditegaskan dalam hadis itu bukanlah soal jenis kelamin, melainkan siapa yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik untuk dihadapkan kepada Allah swt. di hari kemudian.
Seorang isteri dapat memainkan perannya dengan baik dalam keluarga manakala ia
diberikan kesempatan dan peluang yang optimal untuk memainkan peran tersebut. Akan tetapi, di masyarakat kita kebanyakan isteri berada dalam dominasi suami dan ia diperlakukan sebagai subordinat atau sebagai “bawahan” yang tidak independen dan karenanya sulit mengambil keputusan sendiri. Dalam kondisi demikian akan sulit bagi kita meminta isteri untuk memainkan perannya secara optimal.
Muhammad Abduh (1849-1905), seorang tokoh reformis Islam asal Mesir dalam bukunya yang berjudul: Al-Usrah wa al-Mar`ah menjelaskan bahwa bagian terpenting dari masyarakat modern adalah individu, Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi individu di dalamnya maka masyarakat akan hancur berantakan. Lebih jauh Abduh menjelaskan: sesungguhnya umat terbangun atas sejumlah rumah tangga (unit-unit keluarga), jika keluarga itu baik maka umat pun akan menjadi baik. Barangsiapa tidak memiliki keluarga berarti tidak mempunyai umat. Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan akal yang sama. Oleh karena itu, jika seorang laki-laki berupaya menindas dan mengeksploitasi perempuan dengan tujuan untuk berkuasa di rumahnya sendiri, itu berarti ia telah menciptakan generasi budak.
Relasi orang tua dan anak pun harus diwarnai oleh sikap demokratis, bukan sikap otoritarian dan feodalistik. Anak harus didorong berani mengekspresikan pendapat dan berkata jujur, meskipun pahit. Anak harus didengar pendapatnya dan diperlakukan sebagai manusia yang utuh. Anak hendaknya diperlakukan sebagai teman, sahabat, dan tempat curhat. Dengan begitu hubungan orang tua dan anak kelak menjadi dekat dan akrab. Kedekatan dan keakraban ini tidak harus menghilangkan rasa hormat dan patuh anak kepada orang tua. Anak harus selalu menyadari posisinya sebagai anak, dan orang tua pun demikian. Posisi yang berbeda itu tidak harus melahirkan hubungan yang kaku di antara keduanya. Dengan ungkapan lain, keluarga sakinah adalah keluarga dimana seluruh anggota keluarga, paling tidak suami-isteri, sama-sama berfungsi dengan baik menjalankan hak dan kewajiban masing-masing secara tenang, tententeram, dan bahagia. Keluarga yang seluruh anggotanya penuh diliputi cinta kasih, mawaddah wa rahmah.


Tidak ada komentar: